“Pilihan
hidup itu tidak ada yang gampang, tidak akan sesempurna seperti yang kita
inginkan. Tapi ada kalanya dengan adanya keberanian kita untuk memilih dan
berusaha akan menjadikannya sedikit lebih mudah”
Lahir di Mojokerto, 17 Mei
1993. Menempuh kuliah di jurusan Pendidikan Biologi-FKIP Universitas
Muhammadiyah Malang sejak tahun 2011
sampai sekarang. Aktif berorganisasi sejak SMA. Anggota Tim Ekspedisi Biokeonservasi (TEB) UMM
2011-sekarang dan anggota Himpunan Mahasiswa Jurusan Biologi 2012-sekarang
serta saat ini menjabat sebagai Ketua Bidang I (Kabid) di KSR-PMI UMM Periode
2014-2015.
Kak Iim, begitulah panggilan
akrab untuknya. Ia adalah mahasiswa Biologi angkatan 2011 dan sempat mengikuti
Diklat Ruang Diklatsar XXV KSR-PMI UMM tapi karena ada sesuatu hal hingga tidak
melanjutkannya dan barulah pada tahun berikutnya tepatnya Diklatsar XXVI ia
memutuskan untuk ikut kembali dan menjadi bagian dari keluarga besar KSR-PMI
UMM. Motto hidupnya adalah Sometimes It’s good to break the rules.
Pertama masuk di KSR menjadi
Anggota Muda, Kak Iim merupakan orang yang dikenal ceria dan selalu tersenyum,
dan paling yang terkenal dari itu semua adalah kehandalannya dalam memasak.
Terbukti beberapa kepanitian ia beberapa kali menjadi Sie Konsumsi bahkan
menjadi SC nya. Di KSR ia pernah menjadi anggota Dikten 2013-2014 dan pernah
menjadi ketua pelaksana Diklatsar XXVII dan di kepengurusan kali ini menjabat
sebagai Ketua Bidang (Kabid I). Semua peran tersebut dilakoninya dengan penuh semangat
walaupun terkadang terdapat sesuatu yang tidak disukainya.
Menurutnya, menentukan
prioritas merupakan hal wajib, karena ketika kita tidak punya prioritas utama,
hal yang kita kerjakan menjadi tidak terarah. Misalnya antara kuliah dan organisasi
mana yg lebih penting? Sebenarnya semuanya punya kepentingan masing-masing tapi
ketika diharuskan memilih diantaranya, maka Kuliah adalah pilihannya. Seperti
yang dialami oleh Kak Iim terkadang dalam satu hari ada rapat penting di KSR,
ada kuliah juga terus disuruh pulang oleh keluarga. Disinilah ia mencoba untuk
berpikir bagaimana seharusnya ia menempatkan dirinya. “Biasanya sih, aku ikut
rapat dulu sebentar baru izin buat kuliah atau jika memang tidak bisa hadir
pada saat rapat karena ada kuliah biasanya setelah itu aku sempatkan untuk
menanyakan kepada teman-teman yang ikut rapat agar aku tidak ketinggalan
informasi mengenai hasil rapat. Tapi terkadang ada juga keadaan aku mentingkan
rapat daripada kuliah karena memang kehadiran pada mata kuliah tersebut tidak
terlalu diperhitungkan”.
Kabid, mahasiswa biologi UMM,
anak, kakak. Dimanakah letak kepribadian yang sesungguhnya?
Pertanyaan ini dilontarkan oleh redaksi untuk mengorek lebih dalam lagi
tentangnya.
“Aku lebih menjadi diri sendiri
ketika berada dalam lingkungan keluarga karena disitulah tempatku mencurahkan,
membagi keluh kesahku terlebih mereka adalah orang yang paling dekat dan sangat
mengerti aku lebih dari siapapun. Walaupun sebenarnya aku punya kehidupan lain
di luar itu namun tetap saja tak bisa dipungkiri, karena terkadang orang lain
itu mengenal kita tapi sangat sulit untuk memahami apa yang sebenarnya kita
rasakan. Saya merasa selain di keluarga saya dituntut harus senang, bahagia
pokoknya yang terbaik lah. Terlebih saya punya tanggung jawab dimana saya harus
menjadi panutan atau contoh yang membuat saya harus tampil sesuai dengan peran
itu. Beda kalau di keluarga ibarat saya kesal ya saya ngomong kesal. Sedih ya
sedih, mau nangis ya nangis”.
Lantas, bagaimana jika pilihan
yang dipilih itu tidak maksimal antara hasil dengan pengorbanan yang kita
lakukan untuk pilihan tersebut?
“Terkadang kita harus rela melepaskan
sesuatu yang kita benar-bebar inginkan demi sebuah tanggung jawab yang lebih
besar. Namun untuk memutuskan itu, terlebih dahulu aku mempertimbangkan segala
risikonya. Apakah tidak ada penyesalan nantinya ketika kamu sudah
mempertaruhkan yang kamu inginkan demi tanggung jawab ini jika pada akhirnya
yang kamu pilih ini tidak mencapai hasil yang maksimal? “Pilihan hidup itu
tidak ada yang gampang, tidak akan sesempurna seperti yang kita inginkan tapi
ada kalanya dengan adanya keberanian kita untuk memilih dan berusaha akan
sedikit lebih mudah”.
Setelah
memilih, bagaimana perasaan Kak Iim?
Sebenarnya aku sedikit galau
tentang hal tersebut, kenapa dari beberapa pilihan itu hanya satu saja yang
harus kupilih, aku pernah berpikir untuk menjalankan semua pilihan itu tapi
mustahil rasanya. Pasti ada yang harus aku korbankan. Mungkin bisa saja, tapi
hasilnya tidak akan maksimal malah akan menurunkan kinerjaku. Dari semua itu,
aku mencoba untuk mengikhlaskan semuanya dan terus mencoba memberi yang terbaik
yang aku bisa hingga tidak akan ada penyesalan di masa mendatang.
Itulah wawancara singkat tim
redaksi dengan Kabid I kita ini, banyak hal yang dapat kita petik darinya bahwa
memang melakoni berbagai peran itu sulit tapi kita bisa menghandle peran yang
mana yang akan kita mainkan terlebih dahulu.
Tak
selamanya kenyataan sesuai dengan rencana. Langkah demi langkah kita kadang
menyeret ke dalam banyak persimpangan yang membingungkan. Begitu banyak yang
harus dipikirkan dan dipertimbangkan. Semua Seolah menuntut jawaban. Lubang
risiko menganga lebar. Kesalahan satu langkah seperti membuat ribuan langkah
yang telah ditempuh tidak berharga. Rasa takut menggoyahkan hati, tapi hanya
sebuah langkah keberanian yang akan terus melaju melewati hari. Langkah yang
percaya bahwa ia berjalan dengan suara hatinya.
(Adenita
– 23 Episentrum)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar