Sabtu, 10 Januari 2015

SITI IMRO’ATUSSHOLIHAH

Pilihan hidup itu tidak ada yang gampang, tidak akan sesempurna seperti yang kita inginkan. Tapi ada kalanya dengan adanya keberanian kita untuk memilih dan berusaha akan menjadikannya sedikit lebih mudah

Lahir di Mojokerto, 17 Mei 1993. Menempuh kuliah di jurusan Pendidikan Biologi-FKIP Universitas Muhammadiyah Malang  sejak tahun 2011 sampai sekarang. Aktif berorganisasi sejak SMA. Anggota Tim Ekspedisi Biokeonservasi (TEB) UMM 2011-sekarang dan anggota Himpunan Mahasiswa Jurusan Biologi 2012-sekarang serta saat ini menjabat sebagai Ketua Bidang I (Kabid) di KSR-PMI UMM Periode 2014-2015.

Kak Iim, begitulah panggilan akrab untuknya. Ia adalah mahasiswa Biologi angkatan 2011 dan sempat mengikuti Diklat Ruang Diklatsar XXV KSR-PMI UMM tapi karena ada sesuatu hal hingga tidak melanjutkannya dan barulah pada tahun berikutnya tepatnya Diklatsar XXVI ia memutuskan untuk ikut kembali dan menjadi bagian dari keluarga besar KSR-PMI UMM. Motto hidupnya adalah Sometimes It’s good to break the rules.

Pertama masuk di KSR menjadi Anggota Muda, Kak Iim merupakan orang yang dikenal ceria dan selalu tersenyum, dan paling yang terkenal dari itu semua adalah kehandalannya dalam memasak. Terbukti beberapa kepanitian ia beberapa kali menjadi Sie Konsumsi bahkan menjadi SC nya. Di KSR ia pernah menjadi anggota Dikten 2013-2014 dan pernah menjadi ketua pelaksana Diklatsar XXVII dan di kepengurusan kali ini menjabat sebagai Ketua Bidang (Kabid I). Semua peran tersebut dilakoninya dengan penuh semangat walaupun terkadang terdapat sesuatu yang tidak disukainya.



Menurutnya, menentukan prioritas merupakan hal wajib, karena ketika kita tidak punya prioritas utama, hal yang kita kerjakan menjadi tidak terarah. Misalnya antara kuliah dan organisasi mana yg lebih penting? Sebenarnya semuanya punya kepentingan masing-masing tapi ketika diharuskan memilih diantaranya, maka Kuliah adalah pilihannya. Seperti yang dialami oleh Kak Iim terkadang dalam satu hari ada rapat penting di KSR, ada kuliah juga terus disuruh pulang oleh keluarga. Disinilah ia mencoba untuk berpikir bagaimana seharusnya ia menempatkan dirinya. “Biasanya sih, aku ikut rapat dulu sebentar baru izin buat kuliah atau jika memang tidak bisa hadir pada saat rapat karena ada kuliah biasanya setelah itu aku sempatkan untuk menanyakan kepada teman-teman yang ikut rapat agar aku tidak ketinggalan informasi mengenai hasil rapat. Tapi terkadang ada juga keadaan aku mentingkan rapat daripada kuliah karena memang kehadiran pada mata kuliah tersebut tidak terlalu diperhitungkan”.

Kabid, mahasiswa biologi UMM, anak, kakak. Dimanakah letak kepribadian yang sesungguhnya? Pertanyaan ini dilontarkan oleh redaksi untuk mengorek lebih dalam lagi tentangnya.

“Aku lebih menjadi diri sendiri ketika berada dalam lingkungan keluarga karena disitulah tempatku mencurahkan, membagi keluh kesahku terlebih mereka adalah orang yang paling dekat dan sangat mengerti aku lebih dari siapapun. Walaupun sebenarnya aku punya kehidupan lain di luar itu namun tetap saja tak bisa dipungkiri, karena terkadang orang lain itu mengenal kita tapi sangat sulit untuk memahami apa yang sebenarnya kita rasakan. Saya merasa selain di keluarga saya dituntut harus senang, bahagia pokoknya yang terbaik lah. Terlebih saya punya tanggung jawab dimana saya harus menjadi panutan atau contoh yang membuat saya harus tampil sesuai dengan peran itu. Beda kalau di keluarga ibarat saya kesal ya saya ngomong kesal. Sedih ya sedih, mau nangis ya nangis”.

Lantas, bagaimana jika pilihan yang dipilih itu tidak maksimal antara hasil dengan pengorbanan yang kita lakukan untuk pilihan tersebut?

“Terkadang kita harus rela melepaskan sesuatu yang kita benar-bebar inginkan demi sebuah tanggung jawab yang lebih besar. Namun untuk memutuskan itu, terlebih dahulu aku mempertimbangkan segala risikonya. Apakah tidak ada penyesalan nantinya ketika kamu sudah mempertaruhkan yang kamu inginkan demi tanggung jawab ini jika pada akhirnya yang kamu pilih ini tidak mencapai hasil yang maksimal? “Pilihan hidup itu tidak ada yang gampang, tidak akan sesempurna seperti yang kita inginkan tapi ada kalanya dengan adanya keberanian kita untuk memilih dan berusaha akan sedikit lebih mudah”.

Setelah memilih, bagaimana perasaan Kak Iim?

Sebenarnya aku sedikit galau tentang hal tersebut, kenapa dari beberapa pilihan itu hanya satu saja yang harus kupilih, aku pernah berpikir untuk menjalankan semua pilihan itu tapi mustahil rasanya. Pasti ada yang harus aku korbankan. Mungkin bisa saja, tapi hasilnya tidak akan maksimal malah akan menurunkan kinerjaku. Dari semua itu, aku mencoba untuk mengikhlaskan semuanya dan terus mencoba memberi yang terbaik yang aku bisa hingga tidak akan ada penyesalan di masa mendatang.

Itulah wawancara singkat tim redaksi dengan Kabid I kita ini, banyak hal yang dapat kita petik darinya bahwa memang melakoni berbagai peran itu sulit tapi kita bisa menghandle peran yang mana yang akan kita mainkan terlebih dahulu.

Tak selamanya kenyataan sesuai dengan rencana. Langkah demi langkah kita kadang menyeret ke dalam banyak persimpangan yang membingungkan. Begitu banyak yang harus dipikirkan dan dipertimbangkan. Semua Seolah menuntut jawaban. Lubang risiko menganga lebar. Kesalahan satu langkah seperti membuat ribuan langkah yang telah ditempuh tidak berharga. Rasa takut menggoyahkan hati, tapi hanya sebuah langkah keberanian yang akan terus melaju melewati hari. Langkah yang percaya bahwa ia berjalan dengan suara hatinya.
(Adenita – 23 Episentrum)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar